KISAH INSPIRATIF PERAIH SKOR TOEFL TERTINGGI



Ratih Kartika -  adalah gadis cantik kelahiran Cilacap tahun 1993. Latar belakang pendidikannya bukan terfokus pada Bahasa Inggris (Jurusan Pendidikan Akuntansi Internasional), tapi ia mengakui sudah memiliki ketertarikan tersendiri pada Bahasa Inggris sejak duduk di kelas 3 SD. “Aku mulai mencoba berkomunikasi Bahasa Inggris dengan teman satu kos dan satu sekolah waktu SMA”, ujarnya. Ratih bercerita, ketika masuk kuliah pertama kali, ia mulai merasa bahwa semestinya ia belajar Bahasa Inggris lebih dalam. Disebutkan oleh Ratih, dirinya berminat untuk pergi ke luar negeri suatu hari nanti. Namun ia sadar, untuk mewujudkan mimpinya itu, ia harus mulai memperbaiki dirinya sendiri, termasuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya.
           
             Lalu, apa yang Ratih lakukan demi mewujudkan mimpinya tersebut?

            Practice makes perfect; begitulah keyakinana Ratih. Tahun 2012 selama 6 bulan penuh, Ratih dengan gigihnya turut bergabung dalam aktivitas belajar Bahasa Inggris bersama yang diadakan di sebuah lembaga di Yogyakarta. Selama 6 bulan tersebut, setiap harinya, Ratih dengan tekun mengikuti semua latihan dan panduan yang diberikan, mulai dari kegiatan English discussion, conversation, debate, hingga sekedar hunting turis-turis asing untuk kemudian dijadikan partner bicara.

            Didukung oleh lingkungan positif kala itu, Ratih mampu membuktikan bahwa dirinya bisa mencapai hasil yang diinginkan. Sebelum mengikuti latihan intensif 6 bulan, nilai TOEFL Ratih adalah 440. Tahukah Anda berapa skor TOEFL yang ia peroleh setelah latihan 6 bulan tersebut? 496! Peningkatan yang menarik, bukan?

            Satu tahun setelahnya, Ratih mengusahakan dirinya untuk tetap berinteraksi dengan Bahasa Inggris. Ia mendengarkan banyak lagu bahasa Inggris dan membaca berbagai artikel Bahasa Ingrgis. “Yang penting, jangan lepas dari Bahasa Inggris”, tambahnya. Kegigihannya pun pada akhirnya berbuah manis. Berkat latihan yang tak putus-putus di tahun 2013, ia lolos untuk ikut serta dalam proram sit-in di Chiang Mai University, Thailand.

            “The Power of Dream” adalah sesuatu yang dijadikan Ratih sebagai dasar dalam melakukan kegiatannya. Awalnya, ia hanya bermimpi untuk pergi ke luar negeri dengan skill Bahasa Inggris yang dimilikinya. Ketika ia berhasil meningkatkan kemampuannya sendiri, mimpi itu pun menjadi nyata seiring dengan kemampuannya sendiri, mimpi itu pun menjadi nyata seiring dengan kemampuan Bahasa Inggrisnya yang meningkat. Ratih tak terhenti hanya pada satu pengalaman ke luar negeri. Di tahun berikutnya, ia mengikuti program yang sama ke universitas berbeda, yaitu ke Universitas Teknologi Malaysia.

            “Yang aku lakukan itu lebih ke arah pembuktian diri soal the power of dream”, katanya. Dengan bermimpi, Ratih merasa tertantang untuk mewujudkannya. Maka dari itu, segala upaya ia lakukan walau terlihat sepele. Belajar Bahasa Inggris lebih keras dari biasanya pun ia lakukan, karena hasilnya yang sepadan.

            Ratih sadar sekali bahwa prestasi tidak bisa didapatkan dengan belajar hanya dalam satu, dua atau tiga hari. Kegagalan pun merupakan hal yang sangat wajar dihadapi. Ratih sendiri pernah mengalami pahitnya belajar bahasa Inggris ketika gagal dalam tes IELST, sekalipun ia sudah mengambil preparation sebelumnya.

            Namun, kembali pada konsep the power of dream dan practice makes perfect yang ia yakini, Ratih terus memaksa dirinya untuk terbiasa dalam Bahasa Inggris. Beberapa kali ia bahkan menjalankan waktunya sebagai guru les untuk anak SMA demi meningkatkan kemampuannya berkomuniaksi dalam bahasa Inggris, dan terbukti efektif. Berkat Bahasa Inggris pula, menurut Ratih, dirinya bisa mengenyam ilmu dan pengamalan mahal, termasuk pergi ke luar negeri. Terakhir, pada tahun 2015, Ratih kembali pergi ke negeri orang, tepatnya ke Jepang, untuk mengikuti sebuah cultural camp. Dengan pergi ke luar negeri itulah, ia mendapatkan networking yang luas. Semua keuntungan ini ia dapatkan dengan memulai belajar Bahasa Inggris saja!


            Kini, Ratih berhasil menjadi mahasiswa S2 penerima beasiswa LPDP di Jurusan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Menurutnya, hal ini juga ia alami berkat kemampuannya berbahasa Inggris. Dengan penuh semangat, Ratih berpesan pada siapapun yang ingin merasakan pengalaman-pengalaman berkesan seperti dirinya utnuk terus belajar. “Never stop studiying, believing, and dreaming. Kita pasti bisa!”, pungkasnya.

This article credited by “BUKU KUNCI INGGRIS”

Comments

Popular posts from this blog

PERHATIKAN 6 DASAR-DASAR SPEAKING INI AGAR ANDA MAHIR BERBAHASA INGGRIS!

INILAH 3 KESULITAN BELAJAR BAHASA INGGRIS DAN 7 CARA MUDAH MENGATASINYA